Penyebutan Angka dalam Bahasa Jawa Serta Maknanya
Dalam penyebutan angka-angka dalam bahasa jawa tidak semua orang Jawa bisa melafalkannya angka-angka tersebut dengan benar. Sekarang ini orang yang belajar bahasa Jawa tidak cuma orang Jawa saja, seorang bule bayak yang sudah bisa bahasa jawa baik berbicara maupun penyebutan angka Jawa sudah banyak yang bisa. Sebagai orang Jawa asli harusnya jangan sampai melupakan dengan budaya aslinya milik kita sendiri agar tetap lestari. Salah satunya makna dalam penyebutan angka-angka bahasa Jawa saya yakin jarang sekali yang tahu, penyebutannya saja tidak lulus apalagi dengan maknanya?
Saya juga sebagai seorang Jawa asli juga baru tahu ternyata angka dalam bahasa Jawa menyimpan makna tersendiri. Misalkan kenapa juga angka seperti 25,50,60 dalam pengucapannya berbeda dengan angka-angka yang lain. Ternyata dibalik itu ada sesuatu yang tersembunyi dimana ada maksud tertentu dalam pengucapannya. Dalam maknanya menggambarkan tentang kehidupan yang dijalani manusia semasa di dunia dari kecil hingga kita akan meninggal dunia.
Dalam bahasa Jawa, terdapat penyimpangan pola penamaan bilangan yang konon memiliki falsafah yang amat mendalam jika dikaitkan dengan penyebutan usia seseorang. Jika dicermati dengan seksama, penyimpangan ini memang berbeda dari lazimnya penyebutan angka-angka di kepulauan melayu atau nusantara.
Filosofinya, bahwa pada usia 11 tahun hingga 19 tahun adalah saat-saat berseminya rasa welas asih (belas kasih) pada jiwa seseorang, terutama terhadap lawan jenis. Itulah usia di mana seseorang memasuki masa akil baligh, masa remaja.
Sementara dalam banyak bahasa, bilangan 11 hingga 19 memang diberi nama dengan pola yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia disebut dengan belasan. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan teen, sehingga para remaja pada usia tersebut disebut teenagers.
Dalam bahasa lain biasanya sesuai pola. Misal dalam bahasa Indonesia diucapkan dua puluh satu, dua puluh dua, dan begitu seterusnya hingga dua puluh sembilan.
Sedangkan dalam bahasa jawa tidak demikian, angkaa 21 tidak disebut sebagai "rongpuluh siji", 22 tidak disebut rongpuluh loro, dst, melainkan 21 disebut selikur, 22 disebut rolikur, dan seterusnya hingga 29 yang disebut songo likur, kecuali angka 25 yang disebut sebagai selawe.
Di sini terdapat satuan Likur yang tidak lain merupakan kependekan dari LIngguh KURsi, artinya duduk di kursi.
Mengapa disebut demikian? Maknanya, bahwa pada usia 21 hingga 29 itulah pada umumnya manusia mendapatkan “tempat duduknya”, baik itu berupa pekerjaannya, profesi, atau jabatan, yang akan ditekuni dalam kehidupannya. Apakah sebagai pegawai, pedagang, seniman, penulis, dan lain sebagainya.
Bahkan yang lebih menarik lagi, angka 25 memiliki sebutan khusus, yang mana bilangan 25 tidak disebut sebagai limang likur, melainkan selawe.
Apa maknanya, Selawe konon merupakan singkatan dari SEneng-senenge LAnang lan WEdok, itulah puncak asmaranya seorang laki-laki dan perempuan, yang ditandai oleh pernikahan. Maka pada usia tersebutlah (25) pada umumnya seorang laki-laki berumah tangga (dadi manten),
Memang tidak semua orang menikah pada usia tersebut, tapi jika dirata-rata memang di antara usia 21-29. Pada saat kedudukan sudah diperoleh, pada saat itulah seseorang siap untuk menikah.
Tapi ada penyimpangan lagi nanti pada bilangan 50. Mestinya, angka ini disebut sebagai limang puluh, namun sebutan populernya tidaklah demikian, angka 50 penyebutan yang benar adalah "seket".
Apa makna dibalik semua ini? Konon SEKET merupakan kependekan dari kalimat SEneng KEthonan, artinya suka memakai kethu / alias tutup kepala/topi/kopiah dan sebagainya. Hal ini menandakan usia seseorang semakin lanjut, dan tutup kepala merupakan lambang dari semua itu. Selain itu tutup kepala merupakan alat untuk menutup rambut yang mulai botak atau memutih.
Di sisi lain, tutup kepala bisa juga berupa kopiah yang melambangkan orang yang sedang beribadah. Memang demikian, pada usia 50 sudah seharusnya seseorang lebih memperhatikan ibadahnya. Setelah sejak umur likuran bekerja keras mencari kekayaan untuk kehidupan dunia, sekitar 25 tahun kemudian, yaitu pada usia 50 perbanyaklah ibadah, untuk bekal memasuki kehidupan akhirat.
Usut punya usut, konon sewidak merupakan kependekan dari 'SEjatine WIs wayahe tinDAK'.
Maknanya, sesungguhnya pada usia tersebut sudah saat seseorang bersiap-siap untuk pergi meninggalkan dunia fana ini. Maka kalau usia kita sudah mencapai 60, lebih berhati-hatilah dan tentu saja semakin banyaklah bersyukur, karena usia selebihnya adalah bonus dari Yang Maha Kuasa.
Bagaimana? Sekarang sobat jadi tahu kan mengapa pelafalan angka-angka dalam bahasa jawa sedemikian rupa. Ternyata memang memiliki maknanya tersendiri dari angka 11 hingga 60 yang memberikan gambaran masa-masa yang bakal dialami oleh setiap manusia.
Saya juga sebagai seorang Jawa asli juga baru tahu ternyata angka dalam bahasa Jawa menyimpan makna tersendiri. Misalkan kenapa juga angka seperti 25,50,60 dalam pengucapannya berbeda dengan angka-angka yang lain. Ternyata dibalik itu ada sesuatu yang tersembunyi dimana ada maksud tertentu dalam pengucapannya. Dalam maknanya menggambarkan tentang kehidupan yang dijalani manusia semasa di dunia dari kecil hingga kita akan meninggal dunia.
Dalam bahasa Jawa, terdapat penyimpangan pola penamaan bilangan yang konon memiliki falsafah yang amat mendalam jika dikaitkan dengan penyebutan usia seseorang. Jika dicermati dengan seksama, penyimpangan ini memang berbeda dari lazimnya penyebutan angka-angka di kepulauan melayu atau nusantara.
Angka 11 sampai 19Dalam bahasa Jawa, angka 11 tidak disebut sebagai 'sepuluh siji', 12 bukan 'sepuluh loro', 13 bukan 'sepuluh telu' dan seterusnya hingga angka 19 yang tidak disebut sebagai 'sepuluh songo'. Namun, angka 11 disebut sebagai "sewelas", 12 disebut sebagai "rolas" dan seterusnya hingga 19 yang disebut sebagai "songolas". Penasaran dengan makna dibalik penyebutan angka semua ini?
Filosofinya, bahwa pada usia 11 tahun hingga 19 tahun adalah saat-saat berseminya rasa welas asih (belas kasih) pada jiwa seseorang, terutama terhadap lawan jenis. Itulah usia di mana seseorang memasuki masa akil baligh, masa remaja.
Sementara dalam banyak bahasa, bilangan 11 hingga 19 memang diberi nama dengan pola yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia disebut dengan belasan. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan teen, sehingga para remaja pada usia tersebut disebut teenagers.
Angka 21 sampai 29Selanjutnya, bilangan 21 hingga 29 dalam bahasa Jawa juga dinamakan berbeda dengan pola umum yang ada.
Dalam bahasa lain biasanya sesuai pola. Misal dalam bahasa Indonesia diucapkan dua puluh satu, dua puluh dua, dan begitu seterusnya hingga dua puluh sembilan.
Sedangkan dalam bahasa jawa tidak demikian, angkaa 21 tidak disebut sebagai "rongpuluh siji", 22 tidak disebut rongpuluh loro, dst, melainkan 21 disebut selikur, 22 disebut rolikur, dan seterusnya hingga 29 yang disebut songo likur, kecuali angka 25 yang disebut sebagai selawe.
Di sini terdapat satuan Likur yang tidak lain merupakan kependekan dari LIngguh KURsi, artinya duduk di kursi.
Mengapa disebut demikian? Maknanya, bahwa pada usia 21 hingga 29 itulah pada umumnya manusia mendapatkan “tempat duduknya”, baik itu berupa pekerjaannya, profesi, atau jabatan, yang akan ditekuni dalam kehidupannya. Apakah sebagai pegawai, pedagang, seniman, penulis, dan lain sebagainya.
Bahkan yang lebih menarik lagi, angka 25 memiliki sebutan khusus, yang mana bilangan 25 tidak disebut sebagai limang likur, melainkan selawe.
Apa maknanya, Selawe konon merupakan singkatan dari SEneng-senenge LAnang lan WEdok, itulah puncak asmaranya seorang laki-laki dan perempuan, yang ditandai oleh pernikahan. Maka pada usia tersebutlah (25) pada umumnya seorang laki-laki berumah tangga (dadi manten),
Memang tidak semua orang menikah pada usia tersebut, tapi jika dirata-rata memang di antara usia 21-29. Pada saat kedudukan sudah diperoleh, pada saat itulah seseorang siap untuk menikah.
Angka 50Dari angka 30 hingga 49, penamaan angka dibaca normal seusai pola urutan, misalnya telung puluh, telung puluh siji, telung puluh loro, dst.
Tapi ada penyimpangan lagi nanti pada bilangan 50. Mestinya, angka ini disebut sebagai limang puluh, namun sebutan populernya tidaklah demikian, angka 50 penyebutan yang benar adalah "seket".
Apa makna dibalik semua ini? Konon SEKET merupakan kependekan dari kalimat SEneng KEthonan, artinya suka memakai kethu / alias tutup kepala/topi/kopiah dan sebagainya. Hal ini menandakan usia seseorang semakin lanjut, dan tutup kepala merupakan lambang dari semua itu. Selain itu tutup kepala merupakan alat untuk menutup rambut yang mulai botak atau memutih.
Di sisi lain, tutup kepala bisa juga berupa kopiah yang melambangkan orang yang sedang beribadah. Memang demikian, pada usia 50 sudah seharusnya seseorang lebih memperhatikan ibadahnya. Setelah sejak umur likuran bekerja keras mencari kekayaan untuk kehidupan dunia, sekitar 25 tahun kemudian, yaitu pada usia 50 perbanyaklah ibadah, untuk bekal memasuki kehidupan akhirat.
Angka 60Lain dengan 50, lain pula 60. Angka ini tidak populer dengan sebutan enem puluh, tapi pelafalan angka yang benar disebut dengan sewidak atau suwidak.
Usut punya usut, konon sewidak merupakan kependekan dari 'SEjatine WIs wayahe tinDAK'.
Maknanya, sesungguhnya pada usia tersebut sudah saat seseorang bersiap-siap untuk pergi meninggalkan dunia fana ini. Maka kalau usia kita sudah mencapai 60, lebih berhati-hatilah dan tentu saja semakin banyaklah bersyukur, karena usia selebihnya adalah bonus dari Yang Maha Kuasa.
Bagaimana? Sekarang sobat jadi tahu kan mengapa pelafalan angka-angka dalam bahasa jawa sedemikian rupa. Ternyata memang memiliki maknanya tersendiri dari angka 11 hingga 60 yang memberikan gambaran masa-masa yang bakal dialami oleh setiap manusia.